Ucapan

Terima kasih sudah mengunjungi blog saya, maaf kalau ada tulisan yang masih berantakan, dan tolong biasakan mengkomen setelah membaca,,,..."ARIGATOU GOZAIMASU"...,,,

Minggu, 18 November 2012


       Seorang gadis bermahkotakan light-pink sedang duduk termenung di halaman belakang rumahnya. Gadis itu tidak menghiraukan terpaan angin yang membuat rambutnya menjadi sedikit berantakan. Sesekali tampak gadis itu menghela napas panjang, seaakan sedang memikirkan sesuatu yang berat. Yah, memang benar gadis itu tak lain adalah Lacus. Sekarang, ia sedang memikirkan kekasihnya atau lebih tepatnya disebut mantan kekasih.
          “Huff,” lagi-lagi Lacus menghela napas, entah untuk keberapa kalinya pada sore ini. Semua ini salahnya, seharusnya ia tidak pernah melakukan ini sejak awal. Ia sudah tahu konsekuensinya, namun ia tak pernah mempedulikannya. Sekarang ia menyesal karena dulu ia menghiraukan konsekuensinya dan kini konsekuensi itu benar-benar telah terjadi. Ia telah menyakiti hati Athrun.
          Athrun Zala, orang yang telah menjadi sahabatnya sejak kecil. Bahkan sebelum ia mengenal Kira. Orang yang selalu ada di sisi Lacus saat senang maupun sedih. Orang yang selalu menemaninya selama 14 tahun terakhir. Orang yang satu tahun lalu menyatakan cintanya kepada Lacus. Dan sekarang Lacus menyesal telah menerima pernyataan cintanya tersebut. Bukan karena Lacus tidak menyukai Athrun, siapa sih yang tidak suka dengan sosok seorang Athrun Zala. Sudah tampan, pintar, keren, baik, perhatian lagi. Tapi kenyataannya, sama seperti yang Athrun katakana saat dia minta putus darinya. Orang yang dicintai Lacus bukanlah Athrun.
Flashback
          “Athrun, sebenarnya kita mau makan dimana sih?” tanya Lacus
          “Nanti kamu juga tau sendiri, aku yakin kamu bakal suka sama tempat ini deh,” jawab Athrun seraya tersenyum ke arah Lacus
          “Iya, tapi tempatnya dimana dulu?” tanya Lacus masih penasaran
          Athrun menghentikan langkahnya lalu berbalik menghadap Lacus. Sontak Lacus pun ikut menghentikan langkahnya. Mereka kini saling berhadap-hadapan.
          “Sudah jangan banyak tanya, sebentar lagi kita juga sampai,” ucap Athrun seraya tersenyum manis
          Setelah mengatakan itu, Athrun langsung berbalik dan melanjutkan perjalanannya. Lacus dengan langkah terburu-buru segera menyusul Athrun yang sudah di depan.

***

          Restoran ini terlihat sangat klasik dengan ukiran di sepanjang dinding. Apalagi ditambah dengan pahatan patung-patung yang diletakkan di ujung-ujung ruangan. Lampu hias yang menggantung di langit-langit. Meja dan kursinya pun terbuat dari kayu jati asli. Disana juga terpasang lukisan-lukisan klasik di tembok. Meskipun suasanaya begitu klasik dan kuno, namun makanan yang tersedia disini sangat modern. Boleh dibilang kebanyakan pengujung disini hanya orang-orang yeng berkantong tebal saja, karena makanan disini relatif mahal harganya.
          “Ya ampun Athrun, kenapa memilih restoran ini. Makanan disini kan terkenal mahal-mahal,” ucap Lacus seraya duduk di salah satu meja yang kosong
          “Tenang aja, kau tak perlu khawatir, aku yang traktir,” ujar Athrun yang ikut duduk
          “Iya sih, tapi sayang uangnya kan. Mendingan buat traktir satu kelas,” ujar Lacus masih coba memprotes  
          Athrun hanya tersenyum, ia lalu memanggil salah satu pelayan yang ada di dekat mereka
          “Kamu mau pesan apa?” tanya Athrun kepada Lacus
          “Aku mau pesan, hhmmm…spaghetti sama es krim strawberry,”
          “Kalau aku, flan buah sama coffe latte saja,”
          Setelah mencatat pesanan mereka, pelayan itu pun pergi. Tak berapa lama kemudian, pelayan itu kembali sambil membawa pesanan mereka
          Lacus langsung memakan spaghettinya dengan lahap, sebaliknya Athrun cuma menatap makanannya
          “Ada apa Athrun, kau tak suka makanannya?” tanya Lacus setelah menyadari sikap aneh Athrun
          "Tidak, kalau aku tidak suka untuk apa aku memesannya,”
          “Benar juga ya,” ucap Lacus mengangguk
          Setelah itu Athrun mulai memakan flannya, dan Lacus kembali melanjutkan makannya.
          “Lacus,”
          Lacus yang merasa namanya dipanggil menoleh menatap orang yang tadi memanggilnya.
          “Ada apa Athrun?”
          “Umm…anu…sebenarnya…aku,”
          Keliatan sekali kalau Athrun sedang bimbang, bahkan ia tak berani menatap Lacus. Lacus sendiri hanya diam, menunggu kelanjutan kalimat Athrun. Setelah beberapa saat hening, yang terdengar hanya suara sendok Lacus yang menatap piring. Rupanya Lacus masih bisa-bisanya makan disaat Athrun sedang berpikir keras. Akhirnya Athrun membulatkan tekad, dengan tarikan napas panjang, ia berusaha untuk merangkai kata-kata.
          “Lacus, kita putus saja ya,” ujar Athrun seraya menatap dalam mata Lacus
          Lacus yang sedang mengunyak spaghettinya, sontak saja tersedak. Athrun segera mengambil air minum lalu diberikannya pada Lacus. Setelah meminumnya, Lacus kembali menatap Athrun.
          “Maaf, tadi kau bilang apa?” ujar Lacus memastikan apa pendengarannya ini bermasalah atau tidak
          “Kita putus saja,” ucap Athrun mengulangi perkataannya tadi
          Raut wajah Lacus seketika terkejut mendengarnya, “Tapi alasannya kenapa?”
          “I..itu aku tak bisa bilang,”
          “Kalau kau tak mau mengatakannya, aku tak mau putus,”
          “Kau ini memang egois ya,” ucap Athrun sedikit kesal
          “Kau yang egois, seenaknya saja minta putus tapi tak mau mengatakan alasannya,” ujar Lacus sama-sama kesal
          “Baiklah, aku minta putus karena aku tahu kau suka Kira kan,”
          JLEB
          Bagaimana Athrun bisa tau, pikir Lacus
          “Kau tak usah tanya, aku tau darimana soal ini,” ujar Athrun
          Ta…tapi kalau Athrun sudah tau, berarti Kira juga
          “Tenang aja, Kira masih nggak tau soal ini,” ujar Athrun lagi
          Heh, apa Athrun bisa membaca pikiranku ya
          “Pokoknya, kamu setuju atau tidak, sekarang kita putus,”
          Tidak, ia tidak membaca pikiranku
          “Lacus,” panggil Athrun sedikit khawatir melihat kediaman Lacus
          “Heh,” Lacus langsung tersadar dari pikirannya yang kacau balau
          “Maaf,” hanya kata maaf yang mampu diucapkan Lacus
          “Kau tak perlu minta maaf, kau tak salah,”
          Lacus pun mendongak menatap Athrun, raut wajahnya mengatakan kalau ia sangat kecewa. Lacus yang melihatnya, tak mampu menahan air matanya untuk tidak keluar.
          “Maaf, aku benar-benar minta maaf,”
          “Kan sudah kubilang kau tak salah, jadi jangan menangis,” ucap Athrun lembut
          Lacus sudah berhenti menangis, namun mata baby bluenya masih terlihat berkaca-kaca. Mata itu kini tengah menatap sendu ke arah Athrun.
          “Apa kau marah padaku?” tanya Lacus hati-hati
          “Tidak,”
          “Apa kau membenciku?”
          “Tidak,”
          “Apa kau merasa kecewa padaku,”
          “Iya,”
          Sontak Lacus menunduk sedih, genangan air mata mulai berkumpul di ujung matanya, bersiap untuk jatuh ke pipi halusnya.
          “Sudahlah Lacus, aku tak apa-apa, jadi aku mohon jangan menangis. Tuh liat, orang-orang mengira aku ini laki-laki jahat yang tak berperasaan lagi,” ujar Athrun mencoba melucu
          Namun sayang, Lacus tidak tertawa mendengar gurauan Athrun. Ia hanya menatap kosong ke piring makanannya, rasanya mood makannya telah hilang seketika.
          “Athrun,” ujar Lacus lirih
          “Iya,”
          “Aku minta maaf sudah melakukan ini kepadamu,”
          “Ya ampun Lacus, berapa kali aku harus bilang, kau tak perlu minta maaf kepadaku,” ucap Athrun sedikit sebal
          “Aku benar-benar menyesal,” ucap Lacus sedih
          Athrun hanya tersenyum miris, “Penyesalan memang selalu datang terlambat,”

0 comment:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates