Ucapan
Selasa, 21 Mei 2013
Minggu yang cerah ini, Dina sedang
bermain petak umpet dengan teman-temannya. Kali ini giliran Tania yang berjaga.
Dina dan teman-temannya yang lain cepat-cepat mencari tempat persembunyian.
Dika bersembunyi di balik semak-semak, Lia bersembunyi di belakang tembok.
Bahkan Feri sampai-sampai bersembunyi di atas pohon. Tinggal Dina seorang yang
belum mendapatkan persembunyian.
Dina pun memutuskan untuk bergerak
cepat. Entah kenapa kakinya bisa membawanya ke pinggir sungai. Tanpa disadari
oleh Dina, ia terpelesat sehingga menyebabkan ia jatuh ke sungai.
“Tolong tolong!” teriak Dina panik,
karena ia memang tidak bisa berenang.
Berhubung aliran sungainya deras,
membuat Dina terseret arus sungai. Dina pun berusaha untuk bertahan.
Dikerahkannya seluruh tenaganya agar tidak tenggelam. Yang pasti Dina tidak mau
mati disini.
“Din, kamu ngapain?” tanya Dika
yang kebetulan bersembunyi di balik semak-semak dekat sungai.
“To-tolongin a-aku Dik,” ujar Dina
terputus-putus.
Arus sungai masih membawa Dina
entah kemana. Dika pun ikut berlari menyusuri sungai untuk mengejarnya.
“Tolong tolong!” Hanya kata itu
yang bisa Dina teriakkan sedari tadi.
Feri yang kebetulan bersembunyi di
atas pohon pinggir sungai langsung meloncat turun. Karena tidak lihat-lihat dulu
sebelumnya. Feri menindih tubuh Dika yang kebetulan lewat di bawahnya.
“Aduh,” ucap Dika meringis
kesakitan.
“Maaf Dik,” ucap Feri menyesal.
“Enak saja bilang-“ Belum sempat
Dika menyelesaikan kata-katannya, Feri sudah memotongnya.
“Sudahlah, sekarang kamu cepat cari
bantuan. Biar aku yang ngejar Dina!” perintah Feri.
Meski sebetulnya Dika tidak mau
diperintah seperti itu oleh Feri. Namun, karena ini sedang keadaan darurat.
Iapun langsung menuruti perintah yang diberikan olehnya. Begitu Dika sudah
pergi mencari bala bantuan, Feri langsung mengejar Dina yang sudah terseret
arus semakin jauh. Sebenarnya Feri bisa langsung berenang untuk menolongnya,
tapi melihat keadaan arus sungai yang deras. Iapun mengurungkan niatnya itu.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundak
Feri, Feri pun sontak menoleh.
“Feri sudah ditemukan,” ujar Tania
bangga.
“Ya ampun Fer, kamu itu sembunyi
sampai disini segala,” sewot Lia yang rupanya juga sudah ditemukan oleh Tania.
Feri tidak menggubrisnya, ia
langsung melanjutkan pengejarannya terhadap Dina. Sontak Tania dan Lia juga
ikut-ikutan mengejarnya.
“Woi, jangan kabur ya!” seru Tania.
“Hah hah, aku sudah capek lari-lari
terus dari tadi,” ujar Lia ngos-ngosan.
“Tolong tolong!” Tania dan Lia pun
langsung menoleh menatap aliran sungai. Mata mereka terbelalak lebar begitu
melihat salah satu sahabatnya terbawa arus sungai.
“Fer, Dina kenapa bisa terbawa
arus?” tanya Tania bingung.
“Aku nggak tau, makanya cepat kejar
dia,” jawab Feri sekenanya.
Akhirnya Feri, Tania, dan Lia
berlari mengejar Dina.
“Fer, aku sudah membawa pasukan
bala bantuan,” ujar Dika yang tiba-tiba datang entah dari mana.
Mata ketiga temannya langsung
melotot begitu melihat bala bantuan yang dimaksud.
“Kenapa kamu bawa orang satu
kampung kesini,” sewot Feri.
“Iya, cukup panggil satu orang
dewasa saja,” ujar Lia ikut-ikutan sewot.
Dika hanya cengengesan nggak jelas
menanggapinya.
“Tolong tolong!”
Sontak semua orang tersadar apa
yang harus mereka lakukan. Akhirnya salah satu warga langsung berenang untuk
menyelamatkan Dina. Sedangkan warga yang lain begitu juga dengan teman-temannya
hanya bisa menunggu di tepi sungai dengan cemas. Terutama orang tua Dina yang
juga dipanggil oleh Dika untuk datang ke sungai.
Akhirnya, Dina berhasil
diselamatkan meski dalam keadaan pingsan. Semua orang pun langsung bernapas
lega. Orang tua Dina langsung mengucapkan terima kasih kepada si penolong
anaknya dan juga kepada warga yang lain, karena sudah ikut mengkhawatirkan
anaknya. Tak lupa juga kepada teman-teman Dina.
Feri pun segera menyikut Dika, yang
langsung ditanggapi dengan desahan pasrah.
“Maaf, saya sudah merepotkan kalian
semua,” ujar Dika seraya membungkukkan badan.
“Tak apa-apa Nak. Bukannya apabila
ada salah satu warga dalam masalah, kita harus membantunya,” ujar Pak Lurah.
Teman-teman Dina hanya bisa
tersenyum.
‘Masalah begini saja bisa bikin
ribut satu kampung,’ batin mereka.
TAMAT
Label: Cerpen, My Stories
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 comment:
Posting Komentar