Ucapan

Terima kasih sudah mengunjungi blog saya, maaf kalau ada tulisan yang masih berantakan, dan tolong biasakan mengkomen setelah membaca,,,..."ARIGATOU GOZAIMASU"...,,,

Sabtu, 31 Maret 2012

Nie ada sebuah cerpen, meski tidak bisa dibilang cerpen, soalnya ceritanya terlalu panjang. Sebenarnya cerpen ini aku buat, waktu aku mengikuti lomba menulis cerpen di sekolahku. Makanya maaf kalau ceritanya sedikit belibet, soalnya pas itu temay harus lingkungan. Kan aku bingung mau nulis apa, tapi akhirnya semua yang ada di otakku, aku tuangkan menjadi sebuah karya tulis yang luar biasa ini, ekh tidak bermaksud sombong. Oh ya, ini tidak seluruhnya sama yang aku tulis waktu lomba lho, ada beberapa bagian yg aku perbaiki, tp intinya tetap sama kok. Kalo sama, aku yakin pas itu aku yg jadi juara 1 ny, cielah sombong lg nih. Heh nggak kq, y udah kebanyakan cerita. Happy Nice Reading,,,,,,,,

Miss Go Green

           Greffita sudah sering mendengar tentang isu go green yang selalu digembor-gemborkan di sekolahannya. Bahkan saking serunya, isu ini selalu dijadikan topik utama dalam pidato saat upacara bendera. Mungkin semua kehebohan ini bermula saat sekolahnya, SMP Tunas Bangsa terpilih menjadi peserta Lomba Adiwiyata. Dengan adanya Program Adiwiyata diharapkan seluruh masyarakat di sekolah dapat menyadari akan lingkungan yang sehat, bersih, dan indah.
              Tapi Greffita merasa prihatin. Kebanyakan murid-murid di SMP Tunas Bangsa menjadikan go green sebagai slogan saja, tidak ada penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Ia ingin teman-temannya tahu apa saja upaya-upaya sederhana yang dapat mereka lakukan untuk mendukung Program Adiwiyata tersebut.
              Di sekolah, Greffita memang terkenal cerewet tentang lingkungan. Kalau ada temannya yang membuang sampah sembarangan, pasti diomelin panjang lebar sama Greffita. Contohnya seperti ini, “Memangnya sekolah ini punya nenek moyangmu? Pakai acara buang sampah sembarangan. Malu dong, perbuatanmu itu sangat tidak baik. Selain merusak lingkungan sekitar, juga dapat merusak pemandangan. Sekarang kalau kamu masih punya malu, pungut sampah itu dan buang pada tempatnya!”
              Siapa sih yang nggak kesal diomelin kayak gitu. Makanya, teman-temannya selalu memanggilnya “Miss go green”, karena usaha kerasnya untuk mengajak semua orang untuk living green. Dicap begitu sih Greffita cuek bebek saja. Ia merasa yang dilakukannya ini benar. Toh ia melakukannya untuk melindungi bumi dari ancaman global warming. Jadi seharusnya teman-temannya mendukung usahanya, bukannya malah mengolok-oloknya.
              Gara-gara Greffita dinilai peduli akan lingkungan, ia pun ditunjuk menjadi duta lingkungan sekolah. Justru hal ini lah, ia merasa bertanggung jawab untuk mewujudkan sekolah Adiwiyata. Ia pun membulatkan tekad untuk mengajak teman-temannya melaksanakan go green. Dari awalnya ia mengajak perorangan. Kini ia sudah berani menggalangkan programnya secara menyeluruh. Mulai dari media mading, buletin sekolah, sampai poster-poster di sepanjang koridor menuju kelas.
***
              Tapi nggak semua orang setuju kalau Greffita menjadi duta lingkungan. Salah satunya Kania, Ketua OSIS SMP Tunas Bangsa. Ia merasa terganggu dengan program-program yang digalangkan oleh Greffita, yang menurutnya terlalu berlebihan.
              Seperti saat rapat OSIS, Greffita memberikan kertas-kertas yang sudah dijilid rapi kepada Kania. Semenjak Greffita menjadi duta lingkungan, ia mempunyai wewenang untuk ikut dalam rapat OSIS. Hal itu membuat Greffita sering kali mengajukan program go green-nya. Membuat sebagian anak OSIS menjadi bosan untuk rapat, karena hampir sebagian besar rapat OSIS, pasti membahas tentang Adiwiyata. Apalagi harus mendengar ocehan Greffita yang panjang kali lebar. Awalnya Kania membiarkannya, tapi lama-lama ia tidak tahan juga.
              Greffita hanya memandangi proposalnya dengan rasa kecewa. Proposalnya ditolak mentah-mentah oleh Kania, ia bilang kalau sikap Greffita sudah melebihi batas alias ngelonjak. Greffita sejenak berpikir, ia tidak boleh menyerah sampai disini. Akhirnya seulas senyum mengembang di wajah Greffita.
***
              Esoknya, Kania berangkat sekolah dengan riang. Ia puas, karena kemarin sudah memarahi habis-habisan si Greffita itu. Tiba-tiba langkah Kania berhenti. Ia heran karena semua murid sedang mengrubungi papan mading. Melihat kedatangan Kania, semua pasang mata menoleh ke arahnya. Kania bergegas menuju mading, dengan tampang kebingungan. Setelah tahu penyebab kehebohan di pagi ini. Kania pergi, berniat untuk mengelabrak seseorang.
              Suasana di kelas 8C yang semula tenang, tentram, dan damai. Langsung berubah 180° saat Kania tiba-tiba masuk dan menggebrak meja. Serentak seluruh anak 8C terlonjak kaget. Kecuali satu orang yang duduk di bangku paling belakang. Kania bergegas menghampiri orang itu.
              “Apa maksud kamu menulis begituan di mading?” tanya Kania langsung
              “Hah..tulisan yang mana?” bukannya menjawab, Greffita malah balik bertanya
              “Kamu tak usah pura-pura bego! Aku tahu kamu yang nulis, bukannya kemarin aku sudah melarangmu,” Kania mengingatkan tentang pembicaraan mereka saat rapat OSIS kemarin
              “Oya, kok aku nggak ingat,” ujar Greffita dengan nada menantang
              “Ingat ya, aku ini Ketua OSIS. Aku yang mengatur semuanya disini,” balas Kania
              Bukannya takut, Greffita melah tersenyum penuh kemenangan. Membuat Kania menjadi bingung.
              “Lalu kenapa bukan kamu saja yang mewujudkan sekolah Adiwiyata. Tadi kamu bilang sendiri kan, kalau kamu mengatur semuanya di sekolah ini,” ujar Greffita beragumen
              Kania jadi kikuk sendiri. Ia ingin sekali menjambak rambut cewek satu ini. Tapi, sepertinya semua anak 8C menatapnya dengan tatapan membenarkan.
              Merasa dipojokkan, Kania pun beranjak pergi. Sebelum melangkahkan kakinya keluar kelas. Ia mengumumkan perang kepada Greffita.
              “Awas ya, aku bakal bikin perhitungan sama kamu. Ingat itu!”
              Setelah itu, sosok Kania menghilang dari balik pintu kelas. Meninggalkan Greffita dengan wajah puas. Seolah menunggu babak baru dimulai.
***
              Perang pun dimulai. Dibuka saat Kania mengumumkan ultimatum kepada seluruh siswa di SMP Tunas Bangsa. Isi ultimatumnya adalah pelarangan bagi semua murid untuk mengikuti program selain program yang dibuat OSIS. Gara-gara ultimatum itu, teman-teman Greffita yang mengikuti program go green-nya serentak mundur. Menurut mereka, mengikuti program yang dibuat Greffita sama saja dengan cari gara-gara dengan OSIS. Greffita sendiri cuek-cuek saja. Teman-temannya terlalu takut untuk mengambil resiko. Untuk apa mereka takut, padahal yang mereka dan ia lakukan itu benar.
              Greffita memang anak yang keras kepala, ia masih saja menggalangkan programnya. Tapi seperti sudah ditebak, usaha Greffita itu sia-sia belaka.
              Kania tersenyum senang, ia merasa sudah memenangkan pertandingan ini. Tapi ternyata pertandingan belum sepenuhnya selesai, karena Dicky tiba-tiba mendekati Greffita. Sebagai teman semasa kecil, Kania merasa tidak terima.                   
              “Dicky, kamu pengkhianat!” sembur Kania saat bertemu Dicky di kantin sekolah
              “Pengkhianat…memangnya aku melakukan apa?” tanya Dicky bingung
              “Kamu ngapain deketin Greffita? Jangan bilang kamu ikut program konyolnya itu,” tuduh Kania telak mengenai Dicky
              Kania berharap Dicky akan membantahnya, namun Dicky hanya diam saja. Seakan mengerti arti diamnya, ia  beranjak dari bangku kantin
              “Aku benci sama kamu!” teriak Kania, membuat seluruh orang di kantin menoleh ke arahnya. Tapi Kania tidak peduli. Dengan kesal, ia berlari sambil menangis. Greffita yang kebetulan melihat Kania berlarian di koridor, menatapnya bingung.
***
              Sepulang sekolah, Greffita kembali melakukan kegiatan rutinitasnya yaitu membersihkan sekolah. Greffita melakukan semua ini sendirian. Ia tidak pernah merasa dijadikan babu oleh sekolah. Justru ia senang dapat melakukan hobinya ini. Greffita memang aneh, mana ada hobi mungut-mungut sampah.
              Tapi siapa sangka, kalau hobinya ini akan mendatangkan pangeran untuknya. Ketika ada sebuah tangan yang membantunya memungut sampah yang berserakan. Greffita terbengong-bengong, melihat sosok pemilik tangan tersebut.
              “Eh, jangan bengong. Nanti bisa kerasukan setan lho,” ucap Dicky seraya tersenyum manis
              “Kamu ngapain disini, bukannya ini sudah jam pulang?” tanya Greffita bingung
              “Bantu kamu,” jawab Dicky singkat
              “Bantu aku, untuk apa?” tanya Greffita masih heran
        “Bukannya kamu sendiri yang bilang, kalau bumi kita ini terancam global warming. Makanya aku ingin ikut programmu untuk menghijaukan bumi,”
              Entah kenapa, perkataan Dicky barusan membuat hati Greffita sumringah. Ia senang karena Dicky mau ikut bergabung dalam programnya ini. Tapi tiba-tiba, ia teringat akan ultimatum Kania.
              “Apa kamu nggak takut dimarahi Kania, kalau kamu ikut bergabung denganku?” tanya Greffita ragu-ragu
              Sejenak Dicky berpikir, lalu ia menjawab, “Untuk apa aku harus takut. Justru aku merasa bangga, karena dapat berpartisipasi dalam rangka menghijaukan bumi,”
              Lagi-lagi perkataan Dicky membuat hati Greffita semakin sumringah. Ternyata ada juga orang yang berpikiran sama dengannya. Apalagi orang itu Dicky, salah satu siswa popular di sekolahnya.
              Jadi ceritanya, selama satu minggu terakhir. Greffita dan Dicky membersihkan sekolah sepulang sekolah dan selama itu pula mereka menghabiskan waktu bersama. Kebanyakan topik yang mereka bicarakan pasti berhubungan dengan lingkungan.
              Dicky senang saat mendengarkan penjelasan Greffita tentang pentingnya menjaga lingkungan. Apalagi melihat mata Greffita yang berbinar-binar saat menjelaskannya. Ia menjadi bingung sendiri, kenapa semua orang membenci gadis seperti dia. Termasuk Kania, sudah beberapa kali Dicky melihat Greffita dimarah-marahi oleh Kania. Tiba-tiba Dicky merasa iba dan ingin sekali membantu gadis ini. Dicky tersenyum, ia tahu harus melakukan apa.
***
              Sore hari di sebuah perumahan mewah, Kania duduk santai di depan teras rumahnya. Keadaan ini berubah saat ada sepeda yang masuk melewati pagar rumahnya. Setelah memarkir sepedanya, pengendaranya duduk di samping Kania.
              “Ngapain kamu kesini?” tanya Kania judes
              “Aku kebetulan lagi bersepeda, jadi sekalian mampir ke rumahmu,” jelas Dicky sambil mencopot helm sepedanya
              “Ekh, aku haus nih, boleh minta minum nggak?” sambung Dicky
              “Ambil aja sendiri di dalam,” ujar Kania ketus
              “Mana ada tamu disuruh ngambil minuman sendiri, harusnya itu kamu sebagai tuan rumahnya!” sewot Dicky
              Kania malah diam saja, tidak menanggapi ucapan Dicky. Melihat ini, Dicky hanya menghela nafas. Lalu ia berdiri dan masuk ke dalam rumah Kania untuk mengambil minuman. Tak berapa lama kemudian, Dicky keluar sambil membawa soft drink dingin di tangannya.
              “Lho, orang tua kamu kemana?” tanya Dicky seraya kembali duduk di samping Kania
              “Pergi,” jawab Kania masih ketus
              “Ada yang mau aku omongin sama kamu,” ujar Dicky setelah meminum soft drink-nya
              “Kalau mengenai Greffita, sebaiknya kamu pulang saja. Aku nggak mau dengerin,” ucap Kania lumayan keras
              “Kenapa sih kamu segitu bencinya sama Greffita?” tanya Dicky heran
              “Karena dia berusaha merebut semuanya dariku. Mulai dari jabatanku sampai yang paling parah, dia sudah merebut sahabat baikku,” Kania sudah tak mampu menahan air matanya, kini ia menangis
              Dicky tak tega melihat ada cewek menangis di hadapannya, apalagi cewek itu temannya dari kecil. Ia menjulurkan tangannya berusaha menenangkan, tapi ditepis oleh Kania.
              “Maaf, bukan maksudku untuk menyakitimu. Sungguh!” ujar Dicky dengan nada bersalah
              “Tidak semudah itu kamu minta maaf,” ucap Kania seraya mengusap air matanya dengan punggung tangannya
              “Sebenarnya aku mau tanya, apa kamu pernah merasa ikut bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang sedang marak saat ini?” tanya Dicky sambil memandang tanaman hias milik mamanya Kania
              “Tentu saja aku pernah,” jawab Kania tegas
              “Lalu kenapa kamu tidak dukung programnya Greffita?”
              “Ya…itu, karena..,” Kania bingung harus menjawab apa
              “Itu karena kamu tahu yang dilakukan Greffita itu benar, iya kan?” tebak Dicky
              Kania bergeming, ia tahu yang dikatakan Dicky itu benar. Tapi ia tak mau langsung mengiyakan.
              Melihat tidak ada reaksi apapun dari Kania, Dicky kembali melanjutkan, “Sejujurnya, kamu ingin tidak sekolah kita menang Lomba Adiwiyata sih?”
              “Tentu saja aku ingin,” jawab Kania jujur
              “Maka dari itu, bantu Greffita. Aku yakin dia butuh bantuanmu,” jelas Dicky
              “Dia tidak butuh, kan sudah ada kamu,”
              “Baiklah terserah kamu, tolong kamu pikirkan perkataanku tadi. Tanya kepada hati kecilmu, apa yang benar-benar kamu inginkan!”
              Setelah mengatakan itu, Dicky bergegas menaiki sepedanya dan pulang. Meninggalkan Kania termenung sendirian, berusaha memikirkan semuanya.
***
              Keesokan harinya, Greffita berangkat sekolah dengan lesu. Penilaian Adiwiyata sudah semakin dekat, namun belum ada perubahan apa pun di sekolahnya.
              Saat sampai di gerbang sekolah, ada suara yang memanggilnya. Greffita menoleh untuk melihat pemilik suara tersebut. Rupanya Dicky, ia sedang berlari menuju Greffita.
              “Selamat pagi,” ujar Dicky setelah berhasil menjajari langkah Greffita
              “Pagi,” balas Greffita tak bersemangat
              “Kamu kenapa, kok lemes kayak gitu?” tanya Dicky
              “Tidak, aku hanya memikirkan untuk menyerah saja akan semua programku,” jelas Greffita seraya tertunduk
              “Jangan gitu dong, kamu kan sudah melakukan sampai sejauh ini, jangan cepat menyerah,” hibur Dicky
              Greffita hanya tersenyum kecut, lalu berkata, “Aku merasa selama ini hanya membuang waktu saja,”
              Dicky terdiam mendengar perkataan Greffita, ia sudah tidak tahu, cara apa lagi yang bisa ia lakukan untuk menolong gadis itu. Hanya ada satu harapan, yah cuma Kania yang bisa, tapi apa itu semua mungkin.
              Baru saja lima langkah masuk ke lapangan sekolah, Greffita dan Dicky langsung terpengarah. Bagaimana tidak, semua teman-temanya atau mungkin seluruh murid SMP Tunas Bangsa sedang mengadakan kerja bakti. Greffita bingung, kenapa semuanya bisa berubah 360° dalam waktu 24 jam. Kelihatannya Dicky juga bingung, namun beberapa saat ia tersenyum. Hanya satu orang yang bisa mendatangkan satu keajaiban seperti ini.
              “Oh ya, aku mau pergi ke kelasku dulu, sampai jumpa,” ujar Dicky lalu beranjak pergi
              “Iya, sampai jumpa,” ujar Greffita dengan kikuk. Ia lalu segera menghampiri temannya untuk menanyakan perihal kejadian tak terduga ini.
              Dicky berlarian sepanjang koridor sambil terus tersenyum, setelah tiba di kelas 8E, ia segera masuk ke dalam. Keadaan kelas sangat sepi, tentu saja karena semua anak sedang kerja bakti di lapangan. Namun hanya satu orang yang tidak ikut, dan Dicky sudah menduganya.
              “Terimakasih ya,” ujar Dicky seraya duduk di sampingnya.
              “Terimakasih untuk apa?” ujar Kania yang masih tetap menulis.
              “Karena kamu sudah mau melakukan semua ini, aku tau kamu sebenarnya juga peduli kan dengan lingkungan,” jelas Dicky sambil tersenyum.
              “Cih, kalau bukan karena kamu, aku tidak akan mau melakukan hal repot seperti ini. Kau tahu, susah sekali mengurus semua program adiwiyata ini, ditambah lagi harus ada laporan kepada sekolah untuk setiap kegiatannya. Hal ini hampir membuatku gila,” ujar Kania panjang lebar.
              Dicky hanya terkikik geli mendengar keluhan dari Kania, lalu berkata, “Oke..oke, aku minta maaf sudah membuatmu kerepotan, sebagai gantinya kamu boleh minta apapun dariku”.
              Kania meletakkan pulpennya, lalu menghadap ke arah Dicky dengan mata berbinar-binar, “Sungguh, kau mau lakukan apapun untukku”.
              “Iya, tuan putri,” ujar Dicky seraya mengusap kepala Kania.
              Kania hanya diam, membiarkan tangan Dicky mengusap lembut kepalanya. Padahal, kalau orang lain yang melakukannya, ia pasti sudah marah-marah, takut rambutnya jadi berantakan.
              Tanpa diketahui Kania maupun Dicky, ada satu pasang yang sedang mengamati mereka sejak dari tadi, ya orang itu tak lain dan tak bukan adalah Greffita.
              Ia tadi sudah mendengar dari temannya, kalau yang menyuruh mereka semua untuk melakukan kerja bakti adalah Kania, katanya Kania mengubah ultimatumnya, menjadi “Barang siapa yang tidak ikut progam Greffita dan membantunya mewujudkan sekolah adiwiyata, maka akan dikenai sanksi dari sekolah”. Gara-gara itu, makanya semua orang berbondong-bondong melakukan kerja bakti.
              Itulah alasan kenapa Greffita bisa ada di depan kelas 8E, awalnya ia ingin mengucapkan terimakasih kepada Kania. Namun tidak jadi, karena melihat Kania sedang bersama Dicky. Alhasil, Greffita beranjak pergi dengan perasaan yang tidak bisa diartikan olehnya.

***
              Semenjak itu, Greffita dan Dicky sudah jarang mengobrol seperti sebelumnya. Greffita sih cuek saja, tiap hari ia selalu sibuk dengan persiapan untuk penilaian Sekolah Adiwiyata yang semakin dekat. Tetapi jujur saja, ia merasa kehilangan, tentu saja ia tidak mengatakan itu kepada Dicky. Ia sadar, kalau Kania dan Dicky adalah dua orang yang tidak bisa dipisahkan. Makanya ia sudah cukup tahu diri, apalagi mengingat Kania sudah banyak menolongnya.
              Hari demi hari telah berlalu, dan penilaian Adiwiyata sudah selesai dilakukan. Hasilnya, sekolahnya lulus dan menjadi yang terbaik. Greffita senang bukan main, akhirnya jerih payahnya selama ini terbayar juga.
              Begitu pun dengan Kania, ia merasa bangga karena mendapat pujian bertubi-tubi dari guru-guru. Tapi yang paling membuatnya senang adalah, ia mendapat pujian dari Dicky.
              “Wah, kamu hebat. Kamu sudah membuat sekolah kita berhasil,” puji Dicky
              “Terimakasih, ini semua juga berkat kamu kok. Kamu kan selama ini sudah banyak membantuku,” ujar Kania seraya tersenyum
              “Iya…iya sama-sama, kita kan sahabat, jadi sudah sewajarnya kita saling tolong-menolong,” ujar Dicky
              Kania diam sejurus, ia sedang mempertimbangkan sesuatu. Akhirnya, ia mulai buka suara lagi.
              “Aku mau tanya, nanti sore kamu ada acara apa nggak?” tanya Kania
              “Kayaknya sih nggak ada, memangnya ada apa?” tanya Dicky balik
              “Aku mau ngajak kamu pergi, untuk merayakan keberhasilan kita, juga sekalian untuk menagih perkataanmu dulu,” jelas Kania
              “Hah, perkataanku yang mana?” ujar Dicky bingung
              “Aduh, kamu lupa ya, perkataanmu tentang aku boleh minta sesuatu sama kamu,” ujar Kania sebal
              “Oh yang itu, aku masih ingat kok, memangnya kamu mau minta apa?” tanya Dicky
              “Huss rahasia, nanti sore baru aku kasih tahu,” ujar Kania seraya melenggang pergi
              Dicky hanya terdiam, memandangi Kania yang makin lama makin jauh.
             
***
              Kini, Dicky sudah berada di taman, tempat janjiannya dengan Kania. Ia melirik jam tangannya, masih pukul 15.50, jadi masih ada waktu 10 menit. Sambil menunggu Kania datang, Dicky duduk manis di bangku taman seraya memainkan ponselnya.
              Dicky menghentikan permainannya, lalu melihat jamnya lagi. Sudah pukul 16.10, tapi kenapa Kania masih belum datang juga. Tiba-tiba ada suara yang memanggil namanya, lalu ia menoleh. Dicky kira itu suara Kania, tapi ternyata bukan.
              “Greffita, kamu ngapain disini?” tanya Dicky
              “Aku selalu kesini setiap sorenya untuk menyegarkan suasana, kalau kamu?” ujar Greffita seraya duduk di samping Dicky
              “Aku kesini lagi nungguin Kania, aku ada janji dengannya,” ujar Dicky
              Greffita pun terdiam, ia merasakan sensasi yang sama ketika ia melihat adegan dulu sewaktu di kelas. Tapi dengan satu helaan napas, ia berusaha menguasai diri.
              “Lalu dimana Kania, apa dia belum datang?” tanya Greffita
              “Yah seperti yang kamu lihat, dia belum datang juga sampai sekarang. Memang, dari dulu anak itu selalu saja datang terlambat, dan alasannya pasti, karena jalan macet,” ujar Dicky kesal
              Greffita hanya terkikik geli, baru pertama kali, ia melihat Dicky sekesal ini.
              Kania segera turun dari taksinya, dan berlarian menuju ke taman kota. Ia melirik jam tangannya, ia sudah terlambat 30 menit. Itu gara-gara ia terlalu banyak memikirkan permitaannya kepada Dicky.
              Setelah masuk ke area taman, kaki Kania membeku. Ia senang karena Dicky masih setia menunggunya, tapi kenapa ada Greffita di sampingnya. Ia mulai memaksa kakinya untuk berjalan, tapi bukan ke arah Dicky melainkan ke balik pohon cemara.
              Kania tertegun, baru pertama kali semenjak ia mengenal Dicky, melihatnya tertawa lepas seperti itu dan orang yang mampu membuatnya seperti itu adalah Greffita. Kania menerima kenyataan pahit, kalau ia bukanlah orang yang pantas berada di sisi Dicky. Lalu ia mengeluarkan ponselnya, dan mulai mengetikkan sesuatu.
             
***
              Ponsel milik Dicky bergetar, rupanya ada sms masuk, lalu ia membacanya. Setelah itu ia celingak-celinguk, seperti mencari sesuatu atau lebih tepatnya mencari seseorang.
              “Kamu sedang cari apa?” tanya Greffita heran melihat tingkah laku Dicky
              “Eh, bukan apa-apa,” ujar Dicky pendek
              Setelah itu suasana menjadi hening, sepertinya Dicky sedang memikirkan sesuatu. Greffita yang melihatnya menjadi bingung.
              “Aku mau pulang dulu ya, sampai jumpa,” ujar Greffita seraya berdiri
              “Tunggu, jangan pulang dulu,” cegah Dicky
              “Kenapa, kamu kan kesini mau bertemu Kania, bukan aku. Lagian aku masih punya urusan lain,” ujar Greffita seraya beranjak pergi. Namun, tangan Dicky yang tiba-tiba mencengkram tangannya telah berhasil mencegat langkahnya.
              “Tolong jangan pergi, soalnya aku mau bilang, kalau aku suka sama kamu,” ujar Dicky serius
              “Apa, tapi bukannya kamu suka sama Kania,” ujar Greffita kaget
              “Siapa yang bilang, aku sama Kania memang sudah dekat sejak kecil, tapi kami hanya sebatas sahabat, tidak lebih,” jelas Dicky
              Mulut Greffita terkatup, ia tak tahu harus bicara apa kepada Dicky. Sebenarnya, ia juga suka kepada Dicky, tapi mengingat Kania juga menyukainya. Ia menjadi bimbang.
              “Tapi bagaimana dengan Kania?” tanya Greffita
              “Tenang saja, dia akan baik-baik saja,” ujar Dicky
              Karena sudah tidak punya alasan lagi untuk mengelak, akhirnya ia mengangguk pelan. Dicky merasa senang, dan langsung memeluknya, hal yang membuat Greffita terkaget-kaget lagi. Namun ia senang, karena kebahagian datang bertubi-tubi kepadanya. Setelah memenangkan sekolah adiwiyata, kini ia telah mendapatkan cintanya.
              Ternyata ada juga yang merasa tidak bahagia, Kania hanya tersenyum kecut melihat pasangan baru itu di balik pohon. Sore yang cerah ini, jauh apa yang diharapkannya. Awalnya ia ingin minta kepada Dicky, untuk menganggap dirinya lebih dari sekadar sahabat saja, yang artinya secara tidak langsung Kania menembak Dicky.
              Awalnya, ya, karena pada detik terakhir, Kania berubah pikiran. Ia sadar kalau cinta tak harus memiliki, jadi ia memutuskan untuk mengirim sms kepada Dicky yang berisi
Aku mau menagih permintaan sama kamu sekarang,
Aku ingin kamu menyatakan perasaanmu yang
sesungguhnya kepada Greffita. Lakukan
sekarang juga, kalau tidak
aku akan membencimu selamanya.

*The End*

              

2 comment:

Unknown mengatakan...

wow puanjang... box

Bella Pratiwi mengatakan...

hehehehe :D
maka dri gra" kepanjangan jdi klah waktu lomba
soalny gx sempet nulis smuanya

tpi mksih dah mw baca
dan sangat 100x berterima kasih sudah mw mengkomen :)

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates